Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI WATES
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2024/PN Wat Agnes Surtikanti Prasetyani 1.Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Cq Kepala Kepolisian Resor Kulon Progo
2.Kejaksaan Negeri Kulon Progo
3.Menteri Keuangan Republik Indonesia
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 30 Des. 2024
Klasifikasi Perkara Ganti kerugian dan rehabilitasi
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2024/PN Wat
Tanggal Surat Senin, 30 Des. 2024
Nomor Surat 1/Pid.Pra/2024/PN Wat
Pemohon
NoNama
1Agnes Surtikanti Prasetyani
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Cq Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Cq Kepala Kepolisian Resor Kulon Progo
2Kejaksaan Negeri Kulon Progo
3Menteri Keuangan Republik Indonesia
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Hal      : Permohonan Ganti Rugi dan Rehabilitasi                                                   30 Desember 2024

 

 

Kepada

Yth. Ketua Pengadilan Negeri Wates

Jalan KH Ahmad Dahlan No. 16, Wates, Kulon Progo

Daerah Istimewa Yogyakarta

 

 

Dengan hormat,

Kami yang tersebut dan bertanda tangan di bawah ini:

  1. Reza Christianto Woleka, S.H.                           3. Agusman, S.H., M.H., Adv.
  2. Wignyo Aditya Rakhman, S.H.                          4. Achmad Atokillah, S.H.I., SHEL.

Para Advokat, berkedudukan di Kantor Advokat & Penasehat Hukum R.B.S. & co Law Office, Jl. S. Parman No. 72 (Komplek Perkantoran Zeev), Ungaran, Kab. Semarang, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 29 Desember 2024, selaku Kuasa Hukum bertindak untuk dan atas nama klien kami:

Agnes Surtikanti Prasetyani, beralamat di Jalan Trunojoyo X/21, RT 003/ RW 017, Kel. Pandansari, Kec. Banyumanik, Kota Semarang, untuk selanjutnya disebut: ------ PEMOHON -------

Dengan ini mengajukan permohonan ganti rugi dan rehabilitasi terhadap:

  1. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta Resor Kulon Progo, beralamat di Jalan Yogyakarta – Wates Km. 2, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang untuk selanjutnya disebut sebagai: TERMOHON I
  2. Kepala Kejaksaan Negeri Kulon Progo, beralamat di Jalan Sugiman No. 16, Kemiri, Wates, Kecamatan Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, untuk selanjutnya disebut sebagai: ----------------------------------- TERMOHON II ---------------------------------------
  3. Menteri Keuangan Republik Indonesia, beralamat di Gedung Djuanda I, Jalan Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, untuk selanjutnya disebut sebagai: -------------------------------------------- TURUT TERMOHON ---------------------------------------------

Adapun yang menjadi dasar dan alasan permohonan ini adalah sebagai berikut:

  1. DASAR HUKUM
  1. Bahwa ketentuan sebagai Negara Hukum, yang tegas termuat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 3, amanat yang termuat dalam Konsideran Menimbang Huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yakni Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 ialah menjamin bahwa siapapun wajib menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta menjamin kedudukan yang sama di dalam hukum tanpa terkecuali, sehingga ketentuan ini adalah pijakan kuat untuk memberikan perlindungan agar tidak ada kesewenang-wenangan dalam menegakkan hukum, semua harus bertindak berdasarkan hukum yang berlaku, tidak berdasarkan hanya karena berkuasa apalagi bertindak karena “pesanan” penguasa tanpa dasar hukum.
  2. Bahwa ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yakni “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”, yang kemudian merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor: 34/PUU-XI/2013, tertanggal 6 Maret 2014, menegaskan bahwa ”prinsip Negara hukum yang telah diadopsi dalam UUD 1945 (vide Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945) meletakkan suatu prinsip bahwa setiap orang memiliki Hak Asasi Manusia (HAM), yang dengan demikian mewajibkan orang lain, termasuk di dalamnya negara, untuk menghormatinya”. Mahkamah Konstitusi juga menyatakan bahwa ”Kewajiban negara untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai prinsip negara hukum yang demokratis mengharuskan pelaksanaan HAM dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan (vide Pasal 28I Ayat (5) UUD 1945).

Hukum acara pidana merupakan implementasi dari penegakan dan perlindungan HAM sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945. Hal demikian sesuai pula dengan prinsip negara hukum yang demokratis, yaitu “due process of law”.

Lebih lanjut Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa ”Terkait dengan penegakan dan perlindungan HAM yang juga merupakan hak konstitusional berdasarkan UUD 1945 maka dalam proses peradilan pidana yang dialami seseorang haruslah mendapatkan kepastian hukum yang adil (vide Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945)”.

  1. Bahwa Pasal 77 KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 menyatakan:

Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
  2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
  1. Bahwa Pasal 95 KUHAP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 menyatakan:
    1. Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
    2. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus disidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.
    3. Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
    4. Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.
    5. Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.

Dan kemudian Pasal 96 KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981 menyatakan :

  1. Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.
  2. Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai alasan bagi putusan tersebut.

Penjelasan Umum butir ke-3 huruf d KUHAP [UU Nomor 8 Tahun 1981] menegaskan: “Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman administrasi.

  1. Bahwa ketentuan terkait mengenai tuntutan ganti kerugian dimaksud dalam KUHAP UU Nomor 8 Tahun 1981, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, antara lain; Pasal 7, yang berbunyi:
  1. Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima.
  2. Dalam hal tuntutan ganti kerugian tersebut diajukan terhadap perkara yang dihentikan pada tingkat penyidikan atau tingkat penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b KUHAP, maka jangka waktu 3 (tiga) bulan dihitung dari saat tanggal pemberitahuan penetapan praperadilan.

Pasal 9, yang berbunyi:

  1. Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf b dan Pasal 95 KUHAP paling sedikit Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
  2. Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan luka berat atau cacat sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
  3. Besarnya ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP yang mengakibatkan mati, besarnya ganti kerugian paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 10, yang berbunyi:

  1. Petikan putusan atau penetapan mengenai ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada pemohon dalam waktu 3 (tiga) hari setelah putusan diucapkan.
  2. Petikan putusan atau penetapan ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada penuntut umum, penyidik, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.”

dan Pasal 11, yang berbunyi:

  1. Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan petikan putusan atau penetapan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
  2. Pembayaran ganti kerugian dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan ganti kerugian diterima oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang keuangan.
  3. Ketentuan mengenai tata cara pembayaran ganti kerugian diatur dengan Peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
  1. Bahwa Pasal 1 butir 23 KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981) menyatakan:

“Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

  1. Bahwa Pasal 97 ayat (1) KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981) menyatakan:

“Seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap”

  1. Bahwa kemudian ditegaskan kembali dalam pasal 9 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa:

“Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena  kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi”.

  1. Bahwa Terdakwa yang diadili tanpa berdasarkan undang-undang dapat ditafsirkan pasal atau pasal-pasal peraturan perundangan yang didakwakan dan dituntutkan kepada terdakwa tidak tepat sesuai dengan kesalahan perbuatan pidana terdakwa sehingga rumusan unsur-unsur pasal yang  didakwakan tidak dapat dibuktikan oleh Penuntut Umum dalam persidangan, akibat hukumnya terdakwa diputus bebas oleh pengadilan (Pasal 191 ayat (1) KUHAP).
  2. Bahwa menurut Yahya Harahap:

“Sekiranya seorang terdakwa dituntut dan diadili dalam pemeriksaan sidang pengadilan, kemudian ternyata apa yang didakwakan tidak dapat dibuktikan berdasar alat bukti yang sah, sehingga apa yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, dan terdakwa dibebaskan dari tuntutan pidana, berarti terdakwa telah dituntut dan diadili tanpa dasar alasan hukum. Putusan pembebasan tersebut, menjadi dasar bagi terdakwa untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian atas alasan telah dituntut dan diadili tanpa berdasarkan undang-undang” (Hukum Online, Hak Terdakwa yang Dinyatakan Bebas, Letezia Tobing, SH.,M.Kn, Selasa, 11 Agustus 2015). 

  1. Bahwa kemudian dalam permohonan a quo juga didasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023 jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 5445 K/Pid.Sus/2024 tanggal 11 September 2024 atas nama Terdakwa Agnes Surtikanti Prasetyani alias utik.
  1. KEWENANGAN MENGADILI
  1. Bahwa merujuk pada ketentuan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:

Pasal 10 ayat 1

  •  

 

Pasal 25 ayat 2

  •  

Dan Pasal 95 ayat 3 dan ayat 4 KUHAP (UU Nomor 8 Tahun 1981):

Ayat (3):

Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

Ayat (4):

Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) Ketua Pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.

  1. Bahwa Pengadilan Negeri Wates selaku Peradilan Umum lah yang berwenang mengadili perkara Tindak Pidana yang berasal dari serangkaian tindakan dari penyidikan TERMOHON I dan TERMOHON II terhadap diri Pemohon dan kemudian berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023 jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 5445 K/Pid.Sus/2024 tanggal 11 September 2024, menyatakan Pemohon tidak terbukti bersalah (vrijspraak) melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan dan tuntutan.

Oleh karena itu, terhadap ketentuan tersebut, dikarenakan dengan alasan bahwa Pemohon telah diadili oleh Pengadilan Negeri Wates, sehingga memaknai amanat ketentuan Pasal 95 ayat 4 KUHAP, yakni ”...........Ketua Pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan”, maka Pengadilan Negeri Wates memiliki kewenangan mengadili tuntutan ganti kerugian yang diajukan oleh Pemohon.

  1. TENGGAT WAKTU PENGAJUAN PERMOHONAN GANTI KERUGIAN
  1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menyebutkan: “Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP hanya dapat diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal petikan atau salinan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap diterima”.
  2. Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023, yang membebaskan PEMOHON dari semua dakwaan Penuntut Umum dikuatkan Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tingkat Kasasi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 5445 K/Pid.Sus/2024 tanggal 11 September 2024, yang pemberitahuan putusannya diterima oleh PEMOHON pada hari Kamis tanggal 3 Oktober 2024 (vide: Relas Pemberitahuan Amar Putusan Kasasi Kepada Penasihat hukum Terdakwa), sehingga dengan demikian batas maksimal untuk mengajukan permohonan ini setidak-tidaknya adalah pada tanggal 03 Januari 2025.
  3. Bahwa karena permohonan ini diajukan dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Wates sebelum batas maksimal tersebut di atas, maka dengan demikian permohonan pemeriksaan mengenai tuntutan ganti kerugian ini diajukan masih dalam tenggang waktu menurut hukum untuk diterima, diperiksa dan diadili.

 

  1. LEGAL STANDING PEMOHON
  1. Bahwa PEMOHON telah ditersangkakan oleh TERMOHON I dengan Pasal 2 ayat 1 jo. Pasal 10 UU No. 21 Tahun  2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan telah ditangkap serta ditahan oleh Penyidik (TERMOHON I) dengan rincian:
  1. Sejak tanggal 16 Juni 2023 sampai dengan tanggal 05 Juli 2023.
  2. Penyidik (TERMOHON I) melakukan perpanjangan oleh Penuntut Umum (TERMOHON II) dari tanggal 06 Juli 2023 hingga tanggal 14 Agustus 2023.
  3. Penyidik (TERMOHON I) melakukan perpanjangan pertama oleh Ketua Pengadilan Negeri Wates dari 15 Agustus 2023 hingga 13 September 2023.
  1. Bahwa PEMOHON telah didakwa oleh TERMOHON II dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 10 UU No. 21 Tahun  2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan telah ditahan oleh Penuntut Umum (TERMOHON II) sejak 11 September 2023 hingga tanggal 30 September 2023.
  2. Bahwa PEMOHON telah ditahan untuk proses diadili oleh Pengadilan Negeri sejak tanggal 22 September 2023 sampai dengan tanggal 21 Oktober 2023 dan diperpanjang Ketua Pengadilan Tinggi sampai dengan 18 Februari 2024.
  3. Bahwa kemudian PEMOHON telah dinyatakan bebas dari dakwaan dan tuntutan TERMOHON II berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023 jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 5445 K/Pid.Sus/2024 tanggal 11 September 2024.

Dimana setelah Putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023 dibacakan, pada hari yang sama itu pula PEMOHON telah keluar dari LPP Wonosari Yogyakarta.

  1. Bahwa dengan demikian PEMOHON telah berada di dalam tahanan LPP Wonosari Yogyakarta selama 224 (dua ratus dua puluh empat hari).
  2. Bahwa dengan demikian mengacu ketentuan hukum yang berlaku, PEMOHON memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan mengenai tuntutan ganti kerugian karena PEMOHON telah ditangkap, dan ditahan pada tingkat penyidikan dan telah dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
  1. LEGAL STANDING TERMOHON I, TERMOHON II DAN TURUT TERMOHON
  1. Bahwa TERMOHON I berdasarkan ketentuan Pasal 2, Pasal 13 huruf b, Pasal 13 huruf g UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, ditegaskan, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman,dan pelayanan masyarakat, dengan salah satu tugas pokok menegakkan hukum dan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
  2. Bahwa TERMOHON I berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (2) huruf a UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, terkait dengan perkara ini, adalah salah satu badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang fungsinya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, yang telah menetapkan PEMOHON sebagai tersangka dan melakukan upaya paksa penyidikan Penangkapan dan Penahanan terhadap PEMOHON melimpahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum atau TERMOHON II sebagaimana diuraikan di atas, yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dalam permohonan ini.
  3. Bahwa TERMOHON II berdasarkan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 30 ayat (1) huruf a dan b, serta Pasal 37 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang, yang dilaksanakan secara merdeka, kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan dan pelaksanaan kekuasaan negara di bidang penuntutan dimaksud diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri, dengan penegasan Jaksa Agung bertanggungjawab atas penuntutan yang dilakukan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani.
  4. Bahwa TERMOHON II berdasarkan ketentuan Pasal 38 ayat (2) huruf b dan c UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, terkait dengan perkara ini, adalah salah satu badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang fungsinya untuk melakukan penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim, yang telah menetapkan menerima perkara PEMOHON dari TERMOHON I dan melakukan penahanan terhadap PEMOHON serta melimpahkan berkas kepada Pengadilan Negeri Wates, disertai permintaan agar PEMOHON tetap ditahan selama proses persidangan sebagaimana diuraikan di atas.
  5. Bahwa selain itu berdasarkan ketentuan KUHAP [UU Nomor 8 Tahun 1981] dan ketentuan hukum terkait lainnya, TERMOHON I dan TERMOHON II adalah pihak yang paling bertanggungjawab dan atas penangkapan dan penahanan, serta penuntutan terhadap PEMOHON, dengan demikian TERMOHON I dan TERMOHON II memiliki legal standing untuk diajukan sebagai TERMOHON I dan TERMOHON II dalam perkara permohonan pemeriksaan praperadilan mengenai tuntutan ganti kerugian karena melakukan penangkapan, penahanan, penuntutan atau karena meminta kepada Pengadilan Negeri Wates untuk tetap menahan PEMOHON, atau mengadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang;
  6. Bahwa TURUT TERMOHON berdasarkan Pasal 95 dan Pasal 96 KUHAP [UU Nomor 8 Tahun 1981] dan Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan atau pihak terkait yang melakukan pembayaran ganti kerugian nantinya, sehingga hemat PEMOHON memiliki legal standing untuk disertakan sebagai TURUT TERMOHON dalam perkara ini.
  1. POKOK PERMOHONAN
  1. Bahwa apa saja yang telah PEMOHON uraikan pada Bagian A sampai dengan Bagian E tersebut di atas, sepanjang relevan dianggap berlaku dan terulang kembali pada bagian pokok permohonan ini.
  2. Bahwa dari awal penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON I terhadap diri PEMOHON terdapat banyak kejanggalan hukum dikarenakan tindak pidana yang dituduhkan TERMOHON I kepada PEMOHON adalah tindak pidana yang tidak pernah dilakukan oleh PEMOHON, akan tetapi TERMOHON I telah menetapkan PEMOHON sebagai TERSANGKA dan dengan menggunakan upaya paksa, TERMOHON I telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap diri PEMOHON dengan tuduhan bahwa PEMOHON telah membantu melakukan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana yang ada di dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
  3. Bahwa kemudian sebagaimana sangkaan dari TERMOHON I tersebut, kemudian dilanjutkan oleh TERMOHON II Dimana TERMOHON II juga merasa yakin jika PEMOHON telah membantu melakukan tindak pidana perdagangan orang sebagaimana yang ada di dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
  4. Bahwa untuk itulah seharusnya PARA TERMOHON wajib untuk membuktikan jika PEMOHON membantu dalam melakukan tindak pidana perdagangan orang, namun ternyata tindakan PARA TERMOHON sangat tidak profesional dan tidak wajar serta salah dalam menerapkan hukum pembuktian sehingga berakibat adanya kekeliruan dan kelalaian dalam menentukan alat bukti “membantu melakukan tindak pidana perdagangan orang”, yang kemudian berakibat tidak terbuktinya sangkaan dari TERMOHON I dan juga tidak terbuktinya dakwaan serta tuntutan TERMOHON II.
  5. Bahwa tindakan TERMOHON I dalam proses penyidikan yang kemudian  melakukan upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan
  6. Bahwa TERMOHON II sebagai salah satu Aparat Penegak Hukum dalam fungsinya sebagai penuntut umum seharusnya dapat memberikan pentunjuk yang baik dan benar sesuai ketentuan hukum serta sesuai dengan hati nurani kepada TERMOHON I terkait perkara pidana yang dialami PEMOHON.

Namun nyatanya TERMOHON II pada akhirnya membenarkan proses dan hasil penyidikan TERMOHON I serta kemudian melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Negeri Wates dan juga melakukan penahanan terhadap diri PEMOHON.

  1. Bahwa kemudian kami sampaikan dan uraikan jika MAJELIS HAKIM PENGADILAN NEGERI WATES MENDASARKAN PADA SAKSI YANG SAH, SEDANGKAN PENUNTUT UMUM MENDASARKAN PADA SAKSI YANG TIDAK SAH.
  2. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wates perkara a quo dengan alat bukti saksi yang sah yang telah dipertimbangkan sebagaimana pertimbangan hukum, dimana saksi harus memenuhi syarat formil dan material (halaman 60 Putusan Nomor 156/Pid.Sus/2023/PN Wat), telah memutus bebas (Virjspraak), yakni diantaranya adalah:
    • Saksi Sarjono
    • Saksi Siti Komariyah
    • Saksi Esti Wijiastuti
    • Saksi Eko Supriyanto
    • Saksi Rohmad
    • Saksi Purwanto
    • Saksi Vera Andriani
    • Saksi Nana Robbiyana alias Nana
    • Saksi Decky Widianto Adi
    • Saksi Trisnawati Handayani

Sedangkan TERMOHON II mendasarkan pada saksi Ivan Suryanto untuk membuktikan unsur dalam uraian tuntutannya, yang menurut pertimbangan Majelis Hakim saksi Ivan Suryanto tidak pernah dihadirkan dipersidangan untuk diambil keterangannya di bawah sumpah dan juga tidak pernah mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim setidaknya untuk membacakan keterangan Ivan Suryanto yang termuat dalam BAP di persidangan (halaman 63 Putusan Nomor 156/Pid.Sus/2023/PN Wat), oleh karena itu proses hukum yang dialami PEMOHON adalah proses yang tidak sah.

Sehingga dengan demikian jelas PEMOHONtelah ditangkap, ditahan dan dituntut oleh PARA TERMOHON (TERMOHON I dan TERMOHON II) untuk proses diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang dan/atau kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan.

  1. Bahwa akibat TERMOHON I dan TERMOHON II yang telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap diri PEMOHON, jelas hal tersebut sangat merugikan PEMOHON, dimana PEMOHON tidak bisa bekerja membuka warung miliknya (Kedai “Bang Temon Reborn”) sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh PEMOHON sebagai mata pencahariannya.
  2. Bahwa kemudian atas dugaan tindak pidana perdagangan orang a quo yang disangkakan dan didakwakan kepada PEMOHON dan adanya upaya paksa penangkapan serta penahanan terhadap diri PEMOHON, menjadi berita yang viral media sosial Youtube serta media berita online lainnya dan hal ini tentu saja sangat mencemarkan nama baik PEMOHON yang selama ini tidak pernah terlibat dalam masalah hukum.

Selain merugikan nama baik PEMOHON, dengan viralnya perkara a quo di media sosial, membuat anak PEMOHON menjadi stress dan depresi karena dianggap oleh masyarakat umum menjadi anak dari ibu yang memperdagangkan orang

  1. Bahwa selain itu pula, tindakan TERMOHON I dan TERMOHON II yang telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap diri PEMOHON membuat PEMOHON tidak dapat menjaga dan mengasuh anaknya yang bernama Marcella Nadya Febrianti yang berkebutuhan khusus karena mengidap gangguan bipolar.

Dan karena anak PEMOHON tersebut mengetahui PEMOHON telah ditahan, semakin membuat parah kondisi gangguan bipolar anak PEMOHON dan didiagnosa mengalami depressive episode (F32), yang pada akhirnya anak PEMOHON memutuskan untuk keluar dari sekolah karena gangguan sakitnya tersebut.

  1. Bahwa sebagai akibatnya, PEMOHON telah sengsara karena telah dilakukan penahanan oleh TERMOHON I dan TERMOHON II dan juga telah mengakibatkan kondisi diri PEMOHON rusak dan keluarga PEMOHON termasuk suami dan anak PEMOHON merasa malu sehingga sejak PEMOHON ditetapkan sebagai Tersangka oleh TERMOHON I, suami, anak dan keluarga PEMOHON merasa shock dan malu untuk mengembalikan keadaan ini menjadi baik.
  2. Bahwa jika saja TERMOHON I dan TERMOHON II tidak melakukan penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan dan menjalankan fungsi perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat dalam konteks tugas pokok menegakkan hukum dan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, TERMOHON I seharusnya tidak menetapkan PEMOHON sebagai tersangka dan tidak melakukan penahanan terhadap diri PEMOHON, akan tetapi TERMOHON I sejak awal sama sekali tidak profesional dan tidak berupaya untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar tanpa alat bukti yang cukup.

Demikian pula TERMOHON II seharusnya tidak mendasarkan hanya pada keterangan saksi Ivan Suryanto untuk membuktikan unsur pidana dalam tuntutannya, sehingga secara ante factum TERMOHON II sejak awal sudah tidak profesional dan cenderung memaksakan perkara a quo mengingat saksi-saksi lain yang memenuhi syarat formil materiil telah membentuk fakta hukum jika PEMOHON tidak melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang disangkakan atau didakwa dan dituntutkan, namun tetap dilakukan proses hukum.

  1. Bahwa TERMOHON I dan TERMOHON II sebagaimana diuraikan di atas berdasarkan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus bertanggungjawab atas tindakannya merampas kemerdekaan dan/ atau mengurangi kebebasan PEMOHON.
  2. Bahwa pada salinan putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023, menyebutkan:

Halaman 61:

“Menimbang, bahwa selanjutnya menurut Mjelis Hakim bahwa perbuatan Terdakwa yang memberikan informasi kepada sdr. IVAN maupun saksi ALVI REALFI adanya lowongan pekerjaan ke New Zealand karena sdr. IVAN dan saksi ALVI REALFI masih mempunyai hubungan keluarga, sehingga pemberian informasi tersebut bukan merupakan mengajak dalam arti perekrutan”

Halaman 63:

“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas maka unsur melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang, tidak terbukti pada perbuatan Terdakwa”

  1. Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum pada salinan putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023 sudah sangat jelas jika PEMOHON ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

Dan atas putusan Pengadilan Negeri Wates No. 156/Pid.Sus/2023/Pn Wat tanggal 25 Januari 2023 juga dikuatkan oleh Mahkamah Agung RI sebagaimana tertuang di dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 5445 K/Pid.Sus/2024 tanggal 11 September 2024.

  1. Bahwa selanjutnya akibat tindakan TERMOHON I dan TERMOHON II dalam proses penyidikan dan penuntutan yang tidak profesional dan tidak berupaya untuk mencegah apa yang disebut dengan istilah unfair prejudice atau persangkaan yang tidak wajar, tidak menerapkan asas equality before the law, asas presumtion of innocence dan asas due process of law terkait persangkaan maupun dakwaan terhadap PEMOHON disertai penangkapan dan penahanan, telah menimbulkan kerugian baik materiil maupun immaterial, sebagai berikut:

KERUGIAN MATERIIL

  1. Pendapatan Harian Pemohon

Bahwa PEMOHON dan suaminya mempunyai penghasilan dari warung miliknya yang bernama Kedai Bang Temon Reborn, dimana selama ini penghasilan rata-rata harian PEMOHON dalam membuka warungnya tersebut adalah Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

Dan karena TERMOHON ditahan selama 224 hari, maka PEMOHON tidak bisa membuka warungnya tersebut, sehingga telah kehilangan pendapatannya selama ditahan tersebut.

Untuk itulah PEMOHON telah menderita kerugian materiil ini sebesar Rp. 250.000,- x 224 hari yaitu Rp. 56.000.000,- (lima puluh enam juta rupiah).

  1. Biaya Jasa Pengacara

Bahwa selain kerugian materiil karena tidak bisa membuka kedai/ warungnya, PEMOHON juga menderita kerugian materiil karena harus membayar jasa pengacara/ advokat untuk mendampingi PEMOHON selama proses persidangan di Pengadilan Negeri Wates sampai dengan putusan kasasi di Mahkamah Agung.

Karena PEMOHON tidak mempunyai kemampuan ekonomi yang cukup, PEMOHON sampai meminjam uang kepada teman gerejanya untuk membayar jasa pengacara tersebut.

Dan untuk biaya pengacara yang harus dibayarkan PEMOHON adalah sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah).

Dengan demikian maka jumlah total kerugian materiil PEMOHON adalah Rp. 56.000.000 (lima puluh enam juta rupiah) + Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) dengan total Rp. 91.000.000,- (sembilan puluh satu juta rupiah).

KERUGIAAN IMMATERIIL

Akibat adanya tindakan TERMOHON I dan TERMOHON II yang menyebabkan PEMOHON ditahan dan kasus tersebut juga viral di media sosial sehingga membuat PEMOHON dan keluarga PEMOHON malu serta sampai menyebabkan kondisi psikologis anak PEMOHON semakin terganggu, sudah pasti menimbulkan kerugian immaterial bagi PEMOHON.

Perlu kami tegaskan jika kondisi yang dialami PEMOHON tersebut tidak bisa dinilai dengan uang, namun kerugian immaterial ini perlu kami ajukan agar menjadi efek jera bagi TERMOHON I dan TERMOHON II agar di masa yang akan datang tidak lagi bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat.

Untuk itulah melalui permohonan ini PEMOHON menyampaikan ganti rugi immaterial yang PEMOHON kira cukup memberikan efek jera kepada TERMOHON I dan TERMOHON II adalah sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

  1. Bahwa menurut hukum kerugian yang dialami PEMOHON harus dipertanggungjawabkan kepada TERMOHON I dan TERMOHON II secara tanggung renteng, sedangkan hakim dan atau pejabat peradilan tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban, karena tindakan hakim dan atau pejabat peradilan khususnya dalam proses persidangan perkara pidana a quo pada Pengadilan Negeri Wates, terkait penahanan dan terhadap PEMOHON adalah atas permintaan TERMOHON II dan dalam rangka pemeriksaan di sidang pengadilan.

Berdasarkan asas yang berlaku universal hakim tidak bisa digugat dan atau dipraperadilkan [vide : SuratEdaran Nomor 09 Tahun 1976, Tanggal 16 Desember 1976 Tentang Gugatan Terhadap Pengadilan Dan Hakim dan Sema Nomor 14 Tahun 1983, Tanggal 8 Desember 1983 Tentang Hakim Tidak Dapat Dipraperadilkan].

  1. Bahwa ganti kerugian sebagaimana tersebut dalam uraian posita permohonan di atas dan tujuan PEMOHON mengajukan permohonan ini ialah agar ada pembelajaran bagi TERMOHON I dan TERMOHON II untuk tidak mengulangi lagi tindakan sewenang-sewenangnya dalam melaksanakan penegakkan hukum, yang oleh karenanya demi lengkapnya permohonan ini, maka PEMOHON menuntut TERMOHON I dan TERMOHON II secara tanggung renteng untuk membayar ganti kerugian:
  • Materiil sebesar Rp. 91.000.000,- (sembilan puluh satu juta rupiah); dan
  • Immaterial sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Yang untuk pelaksanaan pembayaran ganti rugi tersebut dilakukan oleh TURUT TERMOHON.

  1. Bahwa selain ganti kerugian di atas, dikarenakan atas perkara a quo yang dialami oleh PEMOHON telah membuat PEMOHON malu dan mendapatkan stigma buruk baik di keluarga PEMOHON maupun di masyarakat luas, maka PEMOHON juga mengajukan tambahan tuntutan agar TERMOHON I dan TERMOHON II meminta maaf secara terbuka kepada diri PEMOHON baik melalui Media Massa Cetak dan/atau Elektronik selama 3 (tiga) hari berturut-turut dengan tujuan supaya TERMOHON I dan TERMOHON II menyadari perbuatan tercelanya dan tidak lagi melakukan perbuatan merugikan tersebut kepada pihak lain, demi tegaknya harkat dan martabat penegakan hukum di Indonesia.

 

PETITUM PERMOHONAN

Bahwa sebagaimana uraian dalam dalil-dalil permohonan ini, maka kami memohon kepada Hakim yang mengadili permohonan ini untuk mengabulkan semua permohonan ini, dengan putusan sebagai berikut:

  1. Mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya.
  2. Menyatakan Pengadilan Negeri Wates berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan praperadilan mengenai tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi yang diajukan PEMOHON karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
  3. Menyatakan, menetapkan PEMOHON berhak memperoleh ganti kerugian:
  • Materiil sebesar Rp. 91.000.000,- (sembilan puluh satu juta rupiah); dan
  • Immaterial sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Yang pelaksanaannya pembayarannya dilakukan oleh TURUT TERMOHON sebagai Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

  1. Memerintahkan, menetapkan, mewajibkan TERMOHON I dan TERMOHON II secara tanggung renteng, seketika dan sekaligus membayar ganti kerugian kepada PEMOHON sebagaimana dimaksud dalam petitum permohonan angka-3 di atas.
  2. Memerintahkan, menetapkan, mewajibkan TURUT TERMOHON untuk patuh dan taat atas putusan dalam perkara ini.
  3. Memerintahkan TERMOHON I dan TERMOHON II untuk merehabilitasi nama baik PEMOHON melalui pernyataan permohonan maaf secara resmi dari TERMOHON I dan TERMOHON II secara terbuka meminta maaf kepada diri Pemohon baik melalui Media Masa Cetak dan atau Elektronik selama 3 (tiga) hari berturut-turut.
  4. Menghukum TERMOHON I dan TERMOHON II untuk membayar biaya perkara.

ATAU

Apabila Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan ini berpendapat lain, mohon putusan seadilnya-adilnya berdasarkan hukum dan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pihak Dipublikasikan Ya