Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI WATES
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2022/PN Wat Wasini KEPOLISIAN RESOR KULONPROGO Minutasi
Tanggal Pendaftaran Jumat, 22 Apr. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2022/PN Wat
Tanggal Surat Jumat, 22 Apr. 2022
Nomor Surat 1/Pid.Pra/2022/PN Wat
Pemohon
NoNama
1Wasini
Termohon
NoNama
1KEPOLISIAN RESOR KULONPROGO
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Berdasarkan surat kuasa tertanggal 18 April 2022 yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama klien yang bernama :

Nama  : WASINI; Tempat/Tgl. Lahir  : Kulonprogo, 24 November 1975; Jenis Kelamin : Perempuan; Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga : Islam; Beralamat : Karang Tengah Kidul RT. 09 RW. 05, Kal. Margosari, Kap. Pengasih, Kab. Kulonprogo.

Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai ---------------------------- PEMOHON.

 

Dengan ini mengajukan Permohonan Praperadilan terhadap :

Kepala Kepolisian Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta c.q. Kepala Kepolisian Resor Kulonprogo yang beralamat di Jalan Wates-Yogyakarta KM. 2, Pengasih, Kulonprogo. 55652.

Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai --------------------------- TERMOHON.

 

Adapun permohonan ini diajukan atas hal-hal sebagai berikut :

  1. LEGAL STANDING PEMOHON
  1. Bahwa dalam KUHAP mengatur mengenai Pihak – Pihak yang dapat mengajukan Praperadilan. Pengaturan tersebut diatur didalam  Pasal 79 , Pasal 80 KUHAP. Pasal 79 KUHAP menyatakan permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannyaBahwa didalam pasal 80 KUHAP menyatakan permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan
    Negeri dengan menyebutkan alasannya, sedangkan pasal 81 KUHAP menyatakan bahwa permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sah nya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan Tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya.
  2. Bahwa berdasarkan Pasal 79, 80 dan 81 KUHAP maka praperadilan dapat diajukan oleh Tersangka, Keluarga, Penyidik, Penuntut dan Pihak Ketiga yang berkepentingan.
  3. Bahwa PEMOHON adalah Ibu Kandung dari Restu Ananda Pramuditya Bin Sigit Subagyo alias Mastu yang oleh TERMOHON telah dijadikan sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 tahun 1951 sehingga bila merujuk Pasal 79,80 dan 81 maka PEMOHON memiliki legal standing sebagai Keluarga dan/pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan praperadilan dalam perkara a quo.
  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
  1. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s/d 83 KUHAP adalah suatu lembaga yang berfungsi untuk menguji apakah tindakan/upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik/Penuntut umum sudah sesuai dengan Undang-Undang dan tindakan tersebut telah dilengkapi administrasi penyidikan secara cermat atau tidak, karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan menyangkut sah tidaknya tindakan Penyidik atau Penuntut Umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan;
  2. Bahwa apabila kita melihat pendapat S. Tanusubroto, yang menyatakan bahwa keberadaan lembaga Praperadilan sebenamya memberikan peringatan:
    1. Agar penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan tindakan hukumnya dan setiap tindakan hukum harus didasarkan kepada ketentuan hukum yang berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjauhkan diri dari tindakan sewenang-wenang.
    2. Ganti rugi dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi warga negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa didukung dengan bukti-bukti yang meyakinkan sebagai akibat dari sikap dan perlakuan penegak hukum yang tidak mengindahkan prinsip hak-hak asasi manusia.
    3. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah dalam memenuhi dan melaksanakan putusan hukum itu.
    4. Dengan rehabilitasi berarti orang itu telah dipulihkan haknya sesuai dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
    5. Kejujuran yang menjiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas dan dedikasi dari aparat penegak hukum, karena tanpa adanya keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.
  3. Bahwa selain itu menurut pendapat Indriyanto Seno Adji bahwa KUHAP menerapkan lembaga Praperadilan untuk melindungi seseorang dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian dan atau kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan seseorang (in casu Pemohon), dimana lembaga Praperadilan ini berfungsi sebagai lembaga pengawas terhadap upaya paksa yang dilaksanakan oleh pejabat penyidik dalam batasan tertentu.
  4. Bahwa apa yang diuraikan di atas, yaitu Lembaga Praperadilan sebagai upaya pengawasan penggunaan wewenang guna menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia, telah dituangkan secara tegas dalam Konsiderans Menimbang huruf (a) dan (c) KUHAP dengan sendirinya menjadi spirit atau roh atau jiwanya KUHAP, yang berbunyi:
    1. “Bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya". Dan,

c. “Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk meningkatkan pembinaan sikap para palaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang- Undang Dasar 1945”.

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 10 KUHAP UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang tentang :
    1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
    2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
    3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
  2. Bahwa objek Praperadilan tidak hanya sebatas yang tercantum di dalam KUHAP, dalam praktek Hakim telah melakukan penemuan hukum terkait objek Praperadilan, hal tersebut tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi NO: 21/PUU-XII/2014, yang diucapkan dalam sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari selasa tanggal 28 April 2015, yang pada pokoknya dalam Amar Putusan menyatakan bahwa penetapan Tersangka, Pengeledahan dan Penyitaan, merupakan Objek dari Pra Peradilan, sehingga secara keseluruhan yang menjadi objek Praperadilan adalah sebagai berikut:

Berdasarkan Pasal 1 angka 10 KUHAP UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana :

  1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan;
  2. Sah atau tidaknya penghentian peny;idikan atau penghentian penuntutan;
  3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitas;

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi NO: 21/PUU-XII/2014:

  1. Sah atau tidaknya penetapan Tersangka;
  2. Sah atau tidaknya Penggeledahan dan Penyitaan;

 

  1. Bahwa dalam praktek Praperadilan, Hakim telah beberapa kali melakukan penemuan hukum terkait dengan tindakan-tindakan lain dari Penyidik/Penuntut Umum yang dapat menjadi objek Praperadilan. Beberapa tindakan lain dari Penyidik atau Penuntut Umum, antara lain Penyitaan dan Penetapan sebagai Tersangka, telah dapat diterima untuk menjadi objek dalam pemeriksaan Praperadilan. Sebagai contoh Putusan Perkara Praperadilan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/PN.Bky, tanggal 18 Mei 2011 Jo. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/Pid/2011 tanggal 17 Januari 2012, yang pada intinya menyatakan tidak sahnya penyitaan yang telah dilakukan. Terkait dengan sah atau tidaknya Penetapan Tersangka, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara Praperadilan No. 38/Pid.Prap/2012/PN.Jkt-Sel. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta selatan Dengan Pemohon Komjen Pol. Drs. Budi Gunawan Nomor: 04/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel, yang juga telah menjatuhkan putusan menerima Permohonan Pemohon atas penetapan Komjen Pol. Drs. Budi Gunawan sebagai Tersangka oleh KPK dan Pemohon Hadi Purnomo dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel telah menerima dan mengabulkan permohonan Praperadilan dengan menyatakan antara lain "Tidak sah menurut hukum tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka".
  2. Bahwa beberapa contoh putusan Praperadilan tersebut tentunya dapat dijadikan rujukan dan yuriprudensi dalam rnemeriksa perkara Praperadilan atas tindakan penyidik/penuntut umum yang pengaturannya di luar ketentuan Pasal 77 KUHAP. Tindakan lain yang salah/keliru atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh penyidik/penuntut umum, tidak dapat dibiarkan tanpa adanya suatu koreksi. Jika kesalahan/kekeliruan pelanggaran tersebut dibiarkan, maka akan terjadi kesewenang- wenangan yang jelas-jelas akan mengusik rasa keadilan.
  3. Bahwa berdasarkan dalil-dalil diatas maka PEMOHON menjelaskan sebagai berikut:
    1. Bahwa tindakan lain dalam Praperadilan yang tidak termaksud sebagaimana yang tercantum dalam KUHAP akan tetapi telah dilakukan temuan hukum baru oleh Hakim yang menyangkut pelaksanaan wewenang Penyidik maupun Penuntut Umum diantaranya berupa Penggeledahan, Penyitaan, maupun Penetapan seseorang menjadi Tersangka;
    2. Bahwa Penetapan seseorang sebagai Tersangka, khususnya dalam perkara ini adalah anak kandung dari PEMOHON yang dilakukan oleh TERMOHON, akan menimbulkan akibat hukum berupa pembunuhan karakter dan terampasnya hak maupun harkat martabat seseorang in casu anak kandung PEMOHON;
    3. Bahwa dengan ditetapkannya anak kandung PEMOHON menjadi Tersangka dan kemudian dilakukan Penangkapan tanpa melalui prosedur hukum yang benar sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, maka nama baik dan kebebasan seseorang in casu anak kandung PEMOHON telah dirampas dan TERMOHON jelas-jelas telah melakukan pembunuhan karakter apalagi mengingat anak kandung PEMOHON adalah seorang warga negara yang patuh terhadap hukum yang berlaku;
    4. Tindakan lain yang dilakukan oleh TERMOHON menetapkan anak kandung PEMOHON sebagai Tersangka kemudian melakukan Penangkapan adalah cacat yuridis, tindakan TERMOHON tersebut masih diikuti tindakan Pembunuhan karakter yang berdampak tercemamya nama baikanak kandung  PEMOHON dan keluarga PEMOHON;
    5. Bahwa akibat tindakan hukum yang dilakukan oleh TERMOHON secara sewenang-wenang kepada anak kandung PEMOHON telah mengakibatkan kerugian baik moril maupun materil. Kerugian moril sulit ditentukan besarnya sedangkan kerugian materiil sekurang-kurangnya senilai Rp 1. 000.000.000,- (satu milyar rupiah);
    6. Bahwa tindakan TERMOHON yang cacat yuridis sebagaimana yang dimaksud huruf c di atas dibuktikan dengan perkara a quo yang diawali dengan tindakan yuridis berupa tidak adanya Panggilan untuk dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai Saksi maupun Tersangka atas diri anak kandung PEMOHON, yang kemudian TERMOHON dengan sewenang-wenang menetapkan anak kandung PEMOHON sebagai Tersangka yang kemudian melakukan Penangkapan dan Penahan atas diri anak PEMOHON;
    7. Bahwa selain itu dikarenakan anak kandung PEMOHON adalah hanya pencinta/koleksi senjata tajam yang memiliki nilai seni yang sebagaimana hoby tersebut merupakan hobi turun temurun yang dilakukan oleh leluhur dari Tersangka (In casu, sebelumnya digeledah), sedangkan dasar penangkapan terhadap TERMOHON hanya berupa Laporan Polisi dan sebuah video yang terekam tentang seseorang bercadar (in casu, menggunakan penutup sebagian wajah kecuali bagian mata) yang sedang memamerkan senjata tajam yang itu pun bukan merupakan anak PEMOHON (In casu, orag lain) dan yang merekam maupun pengunggah video tersebut bukan juga anak kandung PEMOHON, namun tiba-tiba TERMOHON dengan sewenang- wenang dan tanpa adanya 2 (dua) alat bukti yang sah sebagai alat bukti permulaan yang cukup kemudian langsung dilakukan gelar perkara, menetapkan anak kandung PEMOHON sebagai Tersangka, melakukan Penangkapan atas diri anak kandung PEMOHON, yang dalam perkara a quo tidak jelas dari mana dasar-dasar TERMOHON menetapkan hal tersebut, karena alat bukti permulaan dengan penerapan pasal yang disangkakan terhadap anak kandung PEMOHON tidak sinkron;
    8. Bahwa sebelum dilakukannya Penangkapan dan penggeledahan oleh TERMOHON, sebelumnya TERMOHON tidak pernah melakukan pemanggilan kepada anak kandung PEMOHON untuk didengar keterangannya sebagai SAKSI, akan tetapi TERMOHON dengan kewenangannya yang terlalu besar langsung melakukan penetapan Tersangka, menangkap anak kandung PEMOHON sebagai Tersangka dalam perkara a quo;
    9. Bahwa dalam peraturan perundang-undangan atau Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai adanya lembaga koreksi yang dapat ditempuh oleh seseorang, maka hal itu tidak berarti kesalahan TERMOHON tidak boleh dikoreksi, melainkan kesalahan tersebut harus dikoreksi melalui lembaga peradilan, hal tersebut tidak semata-mata untuk menjamin keberlangsungan negara kita berdasarkan hukum (Rechstaats) dan tidak diselenggarakan berdasarkan prinsip-prinsip negara kekuasaan (Machtstaats) yang dalam hal ini tentu melalui mekanisme Permohonan Praperadilan, yang dibentuk untuk melindungi hak asasi seseorang (Tersangka) dari kesalahan/kesewenangan yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini Kepala Kepolisian Republik Indonesia c.q. Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta c.q. Kepala Kepolisian Resor Kulonprogo c.q. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Kulonprogo, tentunya hakim tidak dapat menolak hanya dengan alasan karena tidak ada dasar hukumnya atau karena tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, peranan hakim untuk menemukan hukum memperoleh tempat yang seluas-luasnya. Hal ini secara tegas dan jelas telah diamanatkan dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 10 ayat (1):

"Pengadilan dilarang menolak untuk rnemeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib rnemeriksa dan menggalinya".

Pasal 5 ayat (1):

Hakim dan Hakim Konstitusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai- nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat

  1. Bahwa kewenangan yang terlalu besar yang dimiliki oleh TERMOHON yang kemudian disalahgunakan oleh TERMOHON telah menimbulkan kerugian yang sangat besar atas diri anak kandung PEMOHON dan keluarga PEMOHON, dengan menetapkan anak kandung PEMOHON sebagai Tersangka tanpa melalui prosedur hukum yang telah ditentukan oleh Undang-Undang, maka sangatlah jelas TERMOHON telah melakukan pembunuhan karakter kepada anak kandung PEMOHON dan sangat merugikan anak kandung PEMOHON dan Keluarga, baik moril ataupun materil;
  2. Bahwa tindakan TERMOHON untuk menentukan seseorang sebagai Tersangka merupakan salah satu proses dari sistem penegakan hukum pidana sebagaimana dimaksud dalam KUHAP, oleh karenanya proses tersebut haruslah diikuti dan dijalankan dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dan ditentukan dalam KUHAP atau perundang-undangan yang berlaku. Artinya, setiap proses yang akan ditempuh haruslah dijalankan secara benar dan tepat sehingga asas Kepastian Hukum dapat terjaga dengan baik dan pada gilirannya hak asasi yang akan dilindungi tetap dapat dipertahankan. Apabila prosedur yang harus diikuti untuk mencapai proses tersebut (Penetapan Tersangka, kemudian melakukan Penangkapan dan Penahanan) tidak dipenuhi, maka sudah tentu proses tersebut menjadi cacat dan haruslah dibatalkan

 

  1. Bahwa Penetapan status seseorang sebagai Tersangka, Penangkapan terhadap anak kandung PEMOHON, yang tidak dilakukan berdasarkan hukum yang telah ditentukan oleh Undang-Undang/Tidak Sah, jelas menimbulkan hak hukum bagi seseorang untuk melakukan upaya hukum berupa koreksi dan/atau pengujian terhadap keabsahan melalui Lembaga Praperadilan. Upaya penggunaan hak yang demikian itu selain sesuai dengan spirit atau ruh atau jiwa KUHAP, juga sesuai dan dijamin dalam ketentuan Pasal 17 UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang berbunyi :
    •  

Pasal 28 D ayat (1) UUD Negara Rl 1945 menentukan :

  •  

Sehingga dengan demikian secara jelas dan tegas Undang-undang Dasar tahun 1945 mengatur perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap warga negara. lagi, negara Republik Indonesia telah meratifikasi International Covenant On Civil and Political Right/Kovenan Intemasional Hak-Hak Sipil dan Politik (“ICCPR”), yakni melalui Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil and Political Right (Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik) (“UU KOVENAN INTERNASIONAL"). ICCPR yang telah diratifikasimelaluiUUKOVENANINTERNASIONAL,merupakansalah satu instrumen Internasional utama yang berisi mengenai pengukuhan pokok-pokok Hak Asasi Manusia. Dalam ketentuan yang telah diratifikasi tersebut, negara telah berjanji untuk memberikan jaminan guna melakukan pemulihan terhadap seseorang yang hak-haknya telah dilanggar dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas institusi negara/penegak hukum. Adapun ketentuan dimaksud adalah sebagai berikut:

Pasal 14 angka 3 huruf a (mengenai hak yang dilanggar);“In the determination of any criminal charge against him, everyone shall be entitled to the following minimum guarantees, in full equality:

 

  1. To be informed promptly and in detail in a language which be understands of the nature and cause of the charge against him" ;

Terjemahannya:

“Dalam penentuan suatu tindak kejahatan, setiap orang berhak atas jaminan-jaminan minimal dibawah ini secara penuh, yaitu:

  1. Untuk diberitahukan secepatnya dan terinci dalam bahasa yang dimengerti tentang sifat dan alasan tuduhan yang dikenakan terhadapnya”

Pasal 2 angka 3 huruf a dan b (mengenai janji negara untuk menjamin pemulihan hak yang dilanggar):

"Each State Party to the present Covenant undertakes:

to ensure that any person whose rights or freedoms as herein recognized are violated shall have and effective remedy, notwithstanding that tho violation has been committed by persons acting in an official capacity;

To ensure that any person claiming such remedy should have his right thereto determined by competent judicial, adminitrative or legislative authorities, or by any other competent authority provided for by the legal system of the State, and to develop the possibilities of-judicial remedy;

Terjemahannya:

“Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji:

Menjamin bahwa setiap orang yang hak-hak atau kebebasannya diakui dalam Kovenan ini dilanggar, akan memperoleh upaya pemulihan yang efektif, walaupun pelanggaran tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam kapasitas resmi; Menjamin bahwa setiap orang yang menuntut upaya pemulihan tersebut harus ditentukan hak-hak nya itu oleh lembaga peradilan, administratif, atau legislatif yang berwenang, atau oleh lembaga berwenang lainnya yang diatur oleh sistem Negara tersebut, dan untuk mengembangkan segala kemungkinan upaya penyelesaian peradilan;"

 

  1. Bahwa tujuan Praperadilan seperti yang tersirat dalam penjelasan Pasal 80 KUHAP adalah untuk menegakkan hukum, keadilan, kebenaran melalui sarana pengawasan horizontal, sehingga esensi dari Praperadilan adalah untuk mengawasi tindakan upaya paksa yang dilakukan oleh Penyidik atau Penuntut Umum terhadap Tersangka, benar-benar dilaksanakan sesuai ketentuan Undang-Undang sehingga selain menjaga keberlakuan KUHAP dalam penegakan hukum pidana juga menjaga penyidik atau penuntut umum agar tetap bermartabat, dilakukan secara profesional dan bukan tindakan yang bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam KUHAP atau perundang-undangan lainnya;

 

  1. Bahwa lembaga Praperadilan sebagaimana diatur dalam BAB X Bagian Kesatu KUHAP dan BAB XII secara tegas dan jelas dimaksudkan sebagai sarana kontrol atau pengawasan untuk menguji keabsahan penggunaan wewenang oleh para penegak hukum (Penyelidik/Penyidik dan Penuntut umum) sebagai upaya koreksi terhadap penggunaan wewenang apabila dilaksanakan secara sewenang-wenang dengan maksud dan tujuan lain di luar yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, guna menjamin perlindungan Hak Asasi setiap manusia/orang termasuk dalam hal ini adalah anak kandung PEMOHON;
Pihak Dipublikasikan Ya